Selasa, 13 Juli 2010

Juru Sambutan Satu

gigi-gigi yang terhormat sambutlah salam hangat dari kami yang teramat mayat.
kami baru saja mati terkena Trojan. Beberapa harus bersedia mati ditembak
oleh Ansav. Beberapa lagi di antara kami selamat namun harus menderita cacat.
jauh lagi ke dalam, tubuh kata hidup tanpa kepala. Tapi sungguh, karena ia
masih keluarga kita, beberapa masih dapat dikenali identitasnya. Misalnya, hasy,
oleh ahli forensik dapat dikenali sebagai harusnya. Tdk? Ah, hanya masalah
huruf vokal saja. Mungkin saja sebagai tidak . Prang, sampai saat ini masih
diduga sebagai perang. Tetapi, gigi, seluruh di antara kami, belum satu pun
mengetahui apakah kata yang satu ini cacat atau sempurna, kami terus saja
mencari tahu, terus saja kami berselisih tentang ini. Yang satu mengatakan,
“ia tidak cacat; ia tetap kursi.”. Yang satu mengatakan, “ia cacat; ia seharusnya
korupsi.”. Sampai akhir, dari 5000 kata yang cacat, dalam sambutan ini, kami
sampaikan kepada seluruh gigi, kami belum dapat memastikan, apakah ia kursi,
apakah ia korupsi. Yang pasti virus telah berhasil menjangkiti keluarga kami.

“…?”
“mayoritas kehilangan i.”

“…?”
saya lebih suka anda percaya bahwa anda tidak percaya.

Juru Nasehat Satu

pergilah ke toilet sekarang. Aku tidak ingin kau mengidap
paru-paru basah. Seperti diriku. Telapak tanganku basah.
setiap harinya di dalam ruangan ber-AC ini, tubuh kita
bergerak lebih kencang sehingga sejarah yang seharusnya
dipilah dan diserap dengan teliti telah kacau untuk dibuat
pemisahan. Kau tahu tentunya ada yang tak tertuliskan
dalam pembicaraan ini. Sesuatu yang deras; sesuatu yang
tak dapat terbendung lagi; telah sepenuhnya membongkar
seluruh rahasia. Tetapi, sayangku, kau tak perlu kecewa.
kau telah terbuka.

oky sanjaya

Juru Penyapa Satu

di suatu waktu, pada kilobyte yang entah berapa, kau menyapaku
dengan sangat hangat sehingga beberapa tafsir kita tentang website
tidaklah begitu konyol, agak mesum, atau agak durhaka pada kata.
kita seperti dua angsa macromedia flash yang kosong background
berenang-renang dan mengharap ada beberapa daun desain gugur
karena program komputer yang error. Tapi itu tidak mungkin terjadi
jika sebelumnya kau memang tidak membuatnya, dan mendeletnya
tanpa sabar. Aku tahu, kita memang mengharapkan sungai mengalir
di layar ini. Sungai sebenarnya. Beriak-riak karena batu. Licin karena
lumut. Dan pada arus yang agak dalam, kutambatkan kailku. Bersabar
sampai cakrawala (yang sesungguhnya hanyalah sebuah layar 14 inci)
tampak kemerahan di pelupuk mata. Sampai akhirnya kau off line tiba-tiba.

Juru Mayat Satu

siapa yang lebih tahu mayat selain mayat itu sendiri? Tuhan.
tuhan tidak bertugas mencabutnya. Kalau begitu malaikat.
malaikat pesuruh saja. Siapa yang lebih tahu mayat selain
mayat itu sendiri? Sudah jujur saja. Bilang saja mayat.

oky sanjaya

Berjalan di Atas Sandal

bagaimana kabarmu, saudara? Hari yang menyenangkan, bukan? Kali ini mungkin
aku tak terburu-buru mengentri data ini. Kehidupan yang sejenak menantang
Abad Berlari; palu yang mulai tumbuh rambut. Tuan harap gersang, hanya dengan
itu aku mampu bersarang. Dan kembali gagal menggoda anak cucu Gunawan. Siapa
itu yang punya celana? Ya, itu, si Joko; kasus pembunuhan pertama – vonis yang tak
pernah tegas. Seperti titik yang tak pernah tuntas. Nah, aku nitik lagi. “Tuan-tuan
yang terhormat, aku kembali lagi mendarat. Sungguh, aku sangat takut turbulensi;
tiba-tiba moncong sandal oleng, kemudian sayap, lalu diikuti sentak pinggang. Udara
makin buruk saja.” Kabarku baik. Sekarang jam sebelas. Jam sekarat. Tapi kau pantas
untuk mendapatkan dataku secara lambat. Tiba-tiba saja aku membayangkan kau
orgasmaya dan melahirkan sejuta kb sperma; handuk tak ada di layar; kau terjun lalu
memformatnya ke dalam html. Tetapi html tak punya serat. Licin. Maka tersungkur
ke dalam ignore atau not responding. Refresh. Ah, aku aut membayangkanmu.
sejurus aku hentakkan sandal kiriku; penerbangan yang agak berbeda. Bergerak
melewati selangkangan; selangkangan menyapa, “awas kau toel antena. Komunikasi
kita terputus.” Kau akan berangkat dengan keseimbangan yang berat. Sungguh
gravitasi menjadi musuh yang amat sayat. Semoga tuhan memberkatiku. Sejengkal
di atas ketinggian dunia. Tuhan, seharusnya kau membuat dunia ini dengan gerakan
lambat. Oh, maaf, seharusnya aku tidak bicara dengan tuhan saat ini. Ada kamu yang
sedang membacaku. Baiklah, aku ganti kata-katanya. Pembaca, seharusnya kau
membaca ini dengan gerakan lambat. Kau akan tahu data yang seharusnya tak perlu
kukabarkan padamu. 42 nomor sandalku. Terbang dari jejak ke jejak. 5000 rupiah
harganya. Tanpa penawaran. Kau dapat membelinya dengan enter.

oky sanjaya

Juru Selamat Puisi

jika puisi ini telah selesai kami tuliskan
tak perlu kau sebut satu per satu
nama kami. Tak perlu kau peduli
bagaimana kami hidup dan bagaimana
kami mati. Cukup kau gauli saja
dengan intim. Dan kau jangan cemburu,
kami akan lebih muda dari dirimu.
bangsamu akan lebih bijaksana
dari undang-undangmu; dari keputusan
yang tak pernah selesai kau tegaskan.

Juru Berangkat Kami

kami yang tidak pernah berhak memiliki;
izinkanlah kami pergi.

oky sanjaya

Juru Timbang Satu

( sigma F=0 )

kepalaku pusing, pembaca. Aku memutuskan membeli
1/2 kg jeruk; akan kumakan sendiri dengan lahap.
kusandarkan sepeda motorku; dan bertanya:
"berapa hukuman yang harus kubayarkan
pada jerukmu, aku membutuhkannya 1/2 kg saja?"
lelaki tua itu tidak menggubrisku. Sepertinya
ia teliti sekali menimbang."6000 tahun, pak.";
ia tersenyum denganku. Aku balas senyum juga.
Sudahlah. Dan aku bayar 1000 tahun setelah parkir
di mana saja.

Oky Sanjaya

Juru Penanya Pertama

mengapa kau lari dariku? Mengapa kau ingin jauh dariku?

mengapa pergi selalu lebih dekat denganmu?

seandainya, masalalu, dapat kita tempuh dengan berjalan kaki saja,
tentu kau tahu jawabanku. Tentu.

Juru Selamat Ketiga

(substitusi)

tapi, kali ini aku tidak dapat begitu lama, bermain-main
dalam kilobyte angka-angka. mataku tak cukup kuat
menahan radiasi. tapi aku tetap menunggu, kau bertanya
kepadaku. sesuatu itu. yang hilang saat kita pejamkan sejenak_
mata diambang kelelahan. Aku tahu, kau, setia untuk
tak mengatakan sesuatu kepadaku. Maka satu variabel saja
yang perlu kau cari bahwa, di antara kilobyte angka-angka itu
ada yang tak sempurna. tapi pasti hasilnya; kau bulatkan saja
sampai empat belakang koma. mungkin dia kata lain dari cinta.

Juru Selamat Kedua

(gravitasi)

kau tahu, apa yang paling kutakutkan? Medan gavitasi. tapi kali ini, dia (mungkin) bisa jadi penyelamatku dari masalalu. aku bukan orang yang takut dengan ketinggian. seperti yang kau duga sebelumnya. tapi aku memang takut jatuh. semula aku percaya, jika kita tidak terpaksa sedikitpun terjun dari suatu ketinggian; pada saat itulah kita sadar; ketinggian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. tapi sebuah harapan. mungkin juga sebuah 'aksen' tegas betapa aku memang berjarak denganmu. ketika kau membaca blogku ini, kau harus yakin, jarak di antara kita, sesunggunya hanyalah sebuah konversi dari kilobyte ketinggian. tak sampai sepuluh meter untuk jatuh.

Oky Sanjaya

Juru Selamat Pertama

(Percepatan)
Kau, mungkin, baru saja selesai mandi. “Tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu. Membersihkan tempat tidurku. Bantal guling bau pesing” Dan aku, mungkin, baru saja menyelesaikan administrasi. “Anda harus mendaftar jika ingin masuk penjara. Jika anda ada uang, bisa kami percepat”. Anda tahu, sebelum masuk penjara saja, kami harus mengantri. Dua jam, mungkin, dari anda mandi sampai mengentri data lagi.

Oky Sanjaya

Tiga Variabel yang Tak Terpisahkan

(Jarak, Waktu, dan Kecepatan)

Apa yang terjadi jika anda tidak berjarak denganku? Kita dempet, tentunya. Aku tidak perlu menemuimu. Aku tidak perlu capek, basah kuyup, mutung, haus, kusam, ancur, atau apalah …. Toh, kau, tak berjarak denganku. Tapi kenyataannya kau berjarak denganku. Mungkin pada saat kau membaca blog ini kau berada 100 meter, 1000 meter, atau 10.000 meter dari posisiku. Bisa juga, kau bersebelahan denganku, dari sebuah warung internet (warnet). Dan kita tidak saling tahu. Katanya, “ internet membuat kita tahu jarak dalam kilo byte saja.” Dunia ini bagaikan kertas yang dilipat-lipat. Dulu, kita sering mendengar kata ini: “dunia ini tak selebar daun kelor.” “ke ujung dunia akan kucari.” “Tuntutlah ilmu ke negeri cina.” Dulu sekali, kita menganggap seseorang yang jantan adalah orang yang telah pergi begitu jauh. “Tiada jarak di antara kita.” Kata seseorang.

Toh kenyataannya kita berjarak. Mungkin pada saat kau sedang membaca blogku ini aku sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 20 km/jam – “woy lambat amat!” “sabar dulu, baru masukkan gigi satu. Jangan gara-gara prasangka, gigi kita malah ilang satu.” Mungkin aku sedang selamat dari kemacetan lalulintas di Bandarlampung sehingga leluasa aku menancap gas sampai 80 km/jam. Mungkin saja, ketika kau membaca blogku, aku sudah berada dalam penjara, tiga jam dari sign out blogku.

Oky Sanjaya